Monkey to Millionaire terbiasa dengan pola kerja yang visioner. Selepas rilis album kedua Inertia pada 2013 lalu, mereka langsung membicarakan prospek kedepan untuk album ketiga. “Di Monkey to Millionaire kebiasaan kalau sehabis bikin album, sudah kepikiran yang berikutnya,” ujar Wisnu Adji, sang vokalis dan gitaris.
Butuh waktu empat tahun untuk Monkey to Millionaire dalam proses kreatif menciptakan album baru. Hingga Maret 2017 ini, album bertajuk Tanpa Koma, mereka persembahkan kepada khalayak. Tanpa Koma juga menjadi satu-satunya album yang mereka produksi dan distribusikan sendiri di bawah label Binatang Records.
Di album kali ini Wisnu menantang bandnya untuk membuat lagu-lagu yang syahdu. Namun hasil akhirnya ternyata diluar ekspektasi. “Tapi pada akhirnya, eksekusinya banyak juga lagu yang kencang. Cuma nggak sekencang Inertia,” aku Wisnu.
Di album ketiga ini juga, Monkey to Millionaire pertama kali menyajikan sepuluh lagu berbahasa Indonesia. Dengan muatan lirik yang bernuansa depresif. Hal itu diakui Wisnu selaku penulis lirik, bahwa dirinya tidak menyukai hal yang bersifat positif.
Baca juga: Hal Yang Tak Biasa Dilakukan Monkey To Millionaire Dalam ‘Tular’
Mulai proses penggarapan tahun 2015, mereka butuh waktu cukup dan perjalanan lika-liku untuk merampungkan hal ini. “Harus lewat tiga studio rekaman, dua mixing engineer yang berbeda, dan dua mastering engineer yang berbeda juga,” ungkap Wisnu menjelaskan proses di balik pengerjaan album bandnya.
Setelah Monkey to Millionaire berhasil melepas Tanpa Koma, mereka sudah ambil kuda-kuda untuk memikirkan album keempat. Namun sebelum itu mari dikuliti Tanpa Koma lebih dulu, sebuah album hasil eksplorasi sisi gelap Monkey to Millionaire. “Kalau gue beli album band, gue cuma mengharapkan lagunya enak,” kata Wisnu. “Nah, yang gue harapkan di album ini adalah semoga yang dengar merasa lagunya enak.”
Sebelumnya mereka telah merilis dua single secara berkala “Kekal” dan “Tular”, melalui Soundcloud.