In-Docs, yayasan non-profit yang berfokus dalam mempromosikan film-film dokumenter berinisiatif untuk menghadirkan sebuah kegiatan pemutaran film dokumenter nasional dan internasional bertajuk ScreenDocs Expanded.
Pemutaran ini dilaksanakan selama empat hari, dari tanggal 1–4 Desember kemarin di The Erasmus House, Kuningan, Jakarta. Dalam acara ini sekitar 30 judul film dokumenter karya sutradara Tanah Air dan internasional yang mengangkat tema seputar hak asasi manusia diputar dan diperlihatkan kepada para penikmat film dokumenter.
Amelia Hapsari, Program Director In-Docs mengatakan, “Pada awalnya kami hanya melakukan lokakarya serta kegiatan pemutaran dengan jumlah film yang terbatas. Melihat antusias yang kami terima dari kunjungan kami ke lebih dari 30 kota di Indonesia, kami merasa sudah saatnya untuk menghadirkan sebuah kegiatan pemutaran film dokumenter dengan skala yang lebih besar. Hal inilah yang melatar belakangi terbentuknya ScreenDocs Expanded, karena pada acara ini kami menghadirkan 30 judul film dokumenter hasil karya sineas Tanah Air dan internasional,” papar Amel.
Selama empat hari, gelaran ScreenDocs Expanded memutarkan 30 film dokumenter unggulan yang terbagi ke dalam sejumlah kategori sosial, termasuk kesejahteraan lingkungan, kesehatan, kesejahteraan wanita, hingga agama. Dibuka dengan pemutaran film Bangkit dari Bisu yang menceritakan tentang Paduan Suara Dialita. Lalu acara ini juga dipenuhi oleh berbagai film unggulan lainnya seperti That Sugar Film, sebuah film yang merekam eksperimen sang sutradara ketika mengkonsumsi makanan dan minuman bergula, dan apa efek yang ditimbulkan terhadap kesehatannya. Kemudian ada The Borneo Case, Among The Believers sebuah film yang mendapat akses khusus mewawancarai Ulama penghasut Abdul Aziz Ghazi, pemimpin Red Mosque, dan Nokas yang diputar untuk pertama kalinya di Indonesia.
“Pada kesempatan kali ini kami menghadirkan berbagai macam film bertemakan hak asasi manusia yang dikemas secara menarik dan personal. Film-film dokumenter ini menyampaikan bahwa masih ada ketimpangan kesetaraan yang terjadi di lingkungan sekitar dan hal tersebut dapat terjadi kepada siapa saja. Dengan menyaksikan film-film dokumenter ini kami mengajak masyarakat, khususnya anak muda, untuk memahami dan menyikapi masalah tersebut, serta bersama-sama mencari solusi untuk membawa perubahan ke dalam lingkungan sekitar kita,” tambah Amel.
Salah satu program film yang dihadirkan pada acara ScreenDocs Expanded adalah program “Freedom of Expression”yang bertujuan untuk mengartikulasikan keadaan penegakan HAM di Indonesia. Program ini akan menghadirkan pihak-pihak terkait HAM dari dalam dan luar negeri.
Di samping itu, Amin Shabana, Program Coordinator “Freedom of Expression”mengatakan, “Isu utama yang kami angkat lewat program Freedom of Expressionadalah isu seputar tanah, perempuan dan kepercayaan. Walau menampilkan permasalahan sosial yang cukup rumit, kita dapat belajar memahami masalah dengan menonton film dokumenter. Dilaksanakannya program Freedom of Expression ini akan terus mengingatkan masyarakat bahwa isu penegakan HAM adalah salah satu upaya yang akan terus dilakukan oleh bangsa kita.”
Amin menambahkan bahwa melalui program “Freedom of Expression” ini dirinya ingin menyampaikan pesan bahwa isu Hak Asasi Manusia merupakan isu kolektif, sehingga masyarakat harus bekerja sama untuk mewujudkan penegakan kesetaraan sesuai dengan yang diinginkan.
“Kami berharap setelah menonton film-film dari program Freedom of Expression ini masyarakat khususnya anak muda dapat semakin menyadari bahwa isu Hak Asasi Manusia adalah isu yang sama pentingnya serta membutuhkan perhatian yang sama seperti isu-isu lainnya yang terjadi di sekitar kita. Kita semua harus bekerja sama untuk mencapai penegakan sesuai yang diinginkan, sehingga dibutuhkan keinginan yang kuat dari masyarakat serta dorongan secara penuh dari negara untuk mencapai harapan tersebut,” jelasnya.
Gelaran yang dibuka untuk umum ini ditutup oleh pemutaran film Notes on Blindness, sebuah dokumenter yang mengisahkan perjalanan kehidupan penulis dan akademisi, John Hull setelah terus mengalami penurunan penglihatan dan akhirnya buta total. Untuk memahami pergolakan hidup, ia mulai merekam catatan harian di kaset. Selama tiga tahun ia merekam lebih dari enam belas jam pengakuan dan penggalian dunia dalam kebutaan. Berdasarkan rekaman asli John, Notes on Blindness adalah catatan puitis tentang kehilangan, kelahiran kembali dan pembaruan, serta penemuan ‘dunia di luar penglihatan’. Penayangan Notes on Blindnesspada gelaran ScreenDocs Expanded turut dihadirkan melalui teknologi virtual reality dan merupakan bagian dari UK/ID Festival 2016 yang diadakan oleh British Council di Indonesia.