Belasan karya seni lukis dengan tajuk acara ‘Are you a dealer or broker?’ Joint Exhibition dipamerkan untuk umum di Jalan Radio Dalam Raya 30, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (23/2).

Karya seni yang dipamerkan di antaranya karya asli maestro Basoeki Abdullah, Sudjana Kerton, Le Mayeur, Theo Meier, Lee Man Foong, Widayat, Yarno, Teguh Oestenrik, Chen Liu dan Eddie Hara yang tidak diperjualbelikan. Pameran ini dibuka oleh Ketua Umum Mitra Seni Indonesia, Ken Subagiyo.

Menurut Direktur Galeri Apik, Rahmat, ada 11 karya Galeri Apik dan tidak diperjualbelikan. Dari deretan lukisan yang dipamerkan, ada juga karya lama Yarno, seniman kelahiran Pagar Alam, Sumsel. Karya tersebut diperebutkan kolektor dunia hingga terjual dengan harga lebih dari Rp300 juta, dalam waktu dua tahun. Karya-karya Yarno dianggap sesuai disandingkan dengan karya seniman ternama Tanah Air lainnya, karena dinilai sebagai seniman avant garde dengan keunikan teknik surrealisme tersendiri.

“Artinya, Yarno melalui objek karyanya mampu mendahului trend untuk periode lebih awal dibandingkan saat masa dia berkarya,” papar Rahmat. Eksibisi kali ini, lanjutnya, mengusung misi yang tidak jauh beda dengan pameran sebelumnya, yakni untuk menyamakan persepsi antara kolektor, seniman, art dealer, broker, dan galeri untuk kemajuan seni tanah air di mata dunia ke depannya.

“Diharapkan bisa menjadi booster guna perbaikan infrastruktur dunia seni di Indonesia,” tandasnya. Galeri Apik juga mengangkat fenomena distribusi karya seni di Tanah Air, tantangan dan kekurangannya. Seperti keberadaan dealer dan broker yang sekilas memiliki peran serupa. Perbedaannya soal aset milik saja. Dealer punya aset, sedangkan broker tanpa aset, tanpa galery dan cenderung freelance individual,” paparnya.

Seorang broker, bisa juga menjual karya seni tanpa harus memiliki dulu. Fungsinya hanya menjembatani. Bahkan praktik selama ini, dengan berbekal image soft copy dari foto karya seni di dalam smartphone, bisa langsung dipakai bertransaksi, mencari marjin atau mark up, dimana terkadang image ini disebarluaskan setelah diakui sebagai karya seni miliknya tanpa memandang perlu pentingnya, transparasi asal usul serta bagaimana memperolehnya.

“Keselamatan karya seni milik kolektor yang terlanjur lama disandera juga seringkali luput dari pengawasan, sehingga rentan mengalami kerusakan dan cacat,” paparnya.

ONE Championship Kembali ke Jakarta

WE THE FEST 2017 Siap Ramaikan Jakarta Agustus Nanti!

Justin Bieber Gelar Konser di Singapura 7 Oktober Mendatang

Photo Gallery: Magnitude Hammersonic 2017

Photo Gallery: Yellow Claw X Moet & Chandon

Photo Gallery: Belvedere Playground The Debut